SUKABUMI – Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sukabumi mengungkapkan bahwa sebanyak 660 peternakan ayam broiler dan layer di wilayahnya tidak sesuai dengan ketentuan zonasi tata ruang dan perizinan yang berlaku. Temuan ini berdasarkan hasil validasi data melalui sistem Online Single Submission (OSS).

Kepala DPMPTSP Kabupaten Sukabumi, Ali Iskandar, menjelaskan bahwa dari 987 peternakan ayam yang terdata di OSS, mayoritas belum memenuhi persyaratan perizinan maupun ketentuan zonasi.

“Banyak izin yang tidak sesuai, bahkan ada yang belum memiliki izin sama sekali. Pendataan ulang penting agar ke depan kita bisa melakukan penertiban,” ujar Ali pada Kamis, 3 Juli 2025.

Menurutnya, sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, kegiatan peternakan hanya diperbolehkan di desa yang termasuk dalam Pola Pengembangan Lahan (PPL) dan berada di luar kawasan strategis. Dari total 386 desa/kelurahan di Kabupaten Sukabumi, hanya 159 desa yang diperbolehkan untuk usaha peternakan ayam. Sisanya, yaitu 222 desa dan 5 kelurahan, dinyatakan tidak layak.

“Banyak kandang ayam berdiri di lokasi yang secara zonasi tidak diperuntukkan bagi peternakan. Ini pelanggaran tata ruang. Jika sudah berdiri, bukan berarti dilegalkan—tetap harus melalui proses perizinan yang benar,” tegas Ali.

Ia juga menyoroti ketimpangan antara data OSS dengan kondisi faktual di lapangan. Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi, misalnya, hanya mengidentifikasi sekitar 153 peternakan ayam secara faktual—jauh lebih sedikit dibanding jumlah di OSS.

Ali menyebut perbedaan ini disebabkan oleh pengisian data yang tidak akurat oleh pelaku usaha, atau karena adanya unit usaha yang belum mendaftarkan diri secara resmi.

“Sebagian besar tidak memperbarui data, ada yang izinnya sudah kedaluwarsa, dan banyak juga yang tidak pernah mengurus izin sama sekali. Ini menyulitkan kami dalam melakukan pengawasan,” ungkapnya.

Selain perizinan usaha, DPMPTSP juga menyoroti pelanggaran terkait penggunaan air tanah. Banyak pelaku usaha peternakan menggunakan sumber air tanah tanpa memiliki Izin Pengambilan Air Tanah (IPAT).

Ali menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan pendataan dan verifikasi lapangan secara menyeluruh sebagai bagian dari upaya penertiban tata ruang dan pengelolaan sumber daya alam.

“Langkah ini bukan semata-mata untuk menertibkan, tetapi juga untuk menciptakan iklim usaha yang legal, tertib, dan berkelanjutan. Kami berharap pelaku usaha dapat mendukung upaya ini dengan mematuhi seluruh regulasi yang berlaku,” tutupnya.