SUKABUMI – Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sukabumi meminta seluruh pemilik dan pengelola menara telekomunikasi (tower) untuk segera melengkapi Sertifikat Laik Fungsi (SLF) serta dokumen teknis lainnya. Permintaan ini disampaikan dalam pertemuan yang digelar pada Senin, 1 Juli 2025, di Pendopo Sukabumi.
Kepala DPMPTSP Kabupaten Sukabumi, Ali Iskandar, menegaskan bahwa keberadaan SLF merupakan syarat penting untuk memastikan bangunan tower aman dan tidak membahayakan masyarakat sekitar.
“SLF berkaitan langsung dengan aspek keandalan dan keamanan bangunan, khususnya untuk menara di atas 50 meter atau yang telah berdiri lebih dari lima tahun sejak disetujui pembangunannya. Bangunan tidak hanya harus berdiri, tetapi juga harus memenuhi standar keamanan, kenyamanan, dan akses publik,” jelasnya pada Rabu, 9 Juli 2025.
Ali menyebutkan bahwa perintah melengkapi SLF ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Bupati Sukabumi, serta merupakan bagian dari implementasi peraturan pemerintah, yakni PP 5, PP 6, dan PP 16, yang mengatur bangunan gedung dan perizinan berbasis risiko.
Selain SLF, DPMPTSP juga mendorong pengelola untuk segera melengkapi dokumen teknis pendukung. Ali mengakui bahwa banyak tower kini dikelola oleh entitas baru akibat pergantian kepemilikan, sehingga beberapa dokumen menjadi tidak lengkap atau tersebar.
“Akibat akuisisi dan peralihan kepemilikan, dokumen penting sering kali berpindah tangan atau tidak diperbarui. Ini menjadi tantangan yang harus segera diselesaikan,” ujarnya.
DPMPTSP mencatat bahwa saat ini terdapat sekitar 712 menara telekomunikasi tersebar di 47 kecamatan. Namun, data tersebut masih dalam tahap verifikasi ulang untuk penertiban administratif dan pengawasan lapangan.
Ali juga menyoroti ketentuan baru yang mengatur bahwa pengelolaan tower harus dilakukan oleh perusahaan penyedia menara (tower provider), bukan oleh operator telekomunikasi secara langsung. Hal ini bertujuan agar tanggung jawab terhadap fungsi dan keamanan struktur bangunan lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Lebih jauh, Ali menyinggung tiga persoalan utama yang kerap muncul dari masyarakat terkait keberadaan tower: isu radiasi, tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan keamanan konstruksi.
“Radiasi perlu dikaji dengan data ilmiah—bukan asumsi. Tapi soal CSR dan keamanan itu jelas menjadi kewajiban perusahaan. Mereka memperoleh keuntungan dari menara yang berdiri di lingkungan masyarakat, maka wajar jika masyarakat menuntut jaminan keamanan dan kontribusi sosial,” pungkasnya.