SUKABUMI – Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi, Bayu Permana, menanggapi maraknya penebangan liar yang terjadi di wilayah Blok Cangkuang, Kecamatan Cidahu, yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

Bayu menyatakan bahwa persoalan ini muncul karena lemahnya aturan yang mengatur larangan penebangan di kawasan tersebut. Ia menjelaskan, Blok Cangkuang merupakan bagian dari areal enklave, yakni wilayah yang secara administratif berada dalam peta kawasan kehutanan, namun secara hukum belum memiliki status resmi sebagai kawasan konservasi.

“Di areal enklave itu memang belum ada aturan yang secara tegas melarang aktivitas eksplorasi, sehingga dimungkinkan untuk dibuka untuk kegiatan seperti pertanian maupun pariwisata,” ujar Bayu kepada awak media, Jumat (1/8/2025).

Bayu menegaskan pentingnya mempertimbangkan fungsi ekologis kawasan ini, Posisi Blok Cangkuang yang berada di satu hamparan lereng Gunung Salak memiliki nilai konservasi tinggi karena merupakan bagian dari satu ekosistem yang utuh.
“Oleh karena itu, meskipun berada di luar kawasan resmi taman nasional, seharusnya wilayah enklave ini tetap dijadikan kawasan lindung atau konservasi, termasuk dalam bentuk perlindungan daerah setempat atau kearifan lokal,” imbuhnya.
Bayu juga mengusulkan agar Kabupaten Sukabumi segera mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang pelestarian pengetahuan tradisional sebagai bagian dari perlindungan kawasan sumber air. Perda ini dinilai krusial untuk menjaga wilayah yang secara administratif berada di luar taman nasional, namun memiliki fungsi ekologis penting.
Secara regulasi, Bayu menuturkan bahwa hal tersebut sudah memungkinkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAE). Dalam aturan ini terdapat ruang untuk penetapan kawasan konservasi di luar taman nasional.
“Kawasan enklave di Blok Cangkuang ini bisa ditetapkan sebagai daerah perlindungan kearifan lokal, atau kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi. Tentu ini perlu respons cepat dari para pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah desa, pemerintah daerah hingga pengelola taman nasional,” tegasnya.

Bayu mengingatkan bahwa meskipun status lahan tersebut masih enklave, fungsi konservasi dan perlindungan ekologisnya harus tetap dijaga demi keberlanjutan lingkungan dan mitigasi risiko bencana di masa depan.