Jakarta – Jaksa mengungkap pengadaan laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) pada program digitalisasi pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada era Menteri Nadiem Anwar Makarim tidak dapat digunakan secara optimal di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Kondisi tersebut dinilai menyebabkan tujuan asesmen nasional berbasis komputer tidak tercapai.

Fakta itu terungkap dalam sidang pembacaan surat dakwaan terhadap Sri Wahyuningsih, Direktur Sekolah Dasar Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah periode 2020–2021, yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa, 16 Desember 2025. Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa pada hari yang sama, disebutkan bahwa kajian kebutuhan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tidak dilakukan berdasarkan kondisi riil pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.

Jaksa menyatakan Sri Wahyuningsih bersama Nadiem Anwar Makarim, Ibrahim Arief alias IBAM, Mulyatsyah, dan Jurist Tan menyusun reviu kajian yang mengarah pada pemilihan laptop Chromebook dengan sistem operasi Chrome OS dan CDM. Namun, keputusan tersebut dinilai mengabaikan keterbatasan infrastruktur di daerah 3T, sehingga implementasinya mengalami kegagalan.

Menurut jaksa, siswa dan guru di wilayah 3T tidak dapat memanfaatkan Chromebook karena perangkat tersebut wajib terhubung dengan internet. Sementara itu, akses dan kecepatan internet masih menjadi persoalan utama di banyak sekolah daerah 3T. Jaksa menegaskan, saat Chromebook tidak terhubung ke internet, seluruh perangkat lunak di dalamnya tidak dapat digunakan. Pernyataan ini disampaikan jaksa dalam sidang pada 16 Desember 2025.

Selain itu, Chromebook disebut tidak dapat mendukung pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) karena sistem tersebut menggunakan aplikasi berbasis sistem operasi Windows yang tidak dapat diinstal di Chromebook. Jaksa juga menilai banyak pengguna, baik guru maupun siswa, tidak memahami penggunaan aplikasi bawaan seperti Google Drive, Google Docs, Google Sheets, Google Slides, Google Meet, Google Classroom, dan Google Sites.

Jaksa menambahkan, karena menggunakan sistem operasi khusus, Chromebook tidak dapat menjalankan berbagai aplikasi yang lazim digunakan di sekolah, seperti Microsoft Office, Adobe Photoshop, CorelDraw, hingga sejumlah aplikasi pendukung pembelajaran milik Kemendikbud. Akibatnya, perangkat tersebut dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan pendidikan di banyak sekolah.

Dalam perkara ini, jaksa menyebut total kerugian keuangan negara mencapai Rp 2,1 triliun. Kerugian tersebut terdiri atas kemahalan harga pengadaan Chromebook sebesar Rp 1,56 triliun serta pengadaan Chrome Device Management yang dinilai tidak diperlukan dan tidak bermanfaat senilai sekitar Rp 621 miliar. Angka kerugian ini berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia tertanggal 4 November 2025, sebagaimana dibacakan jaksa pada persidangan 16 Desember 2025.

Sidang dakwaan ini digelar untuk tiga terdakwa, yakni Sri Wahyuningsih, Mulyatsyah selaku mantan Direktur SMP Kemendikbudristek tahun 2020, serta Ibrahim Arief sebagai tenaga konsultan. Sementara itu, sidang dakwaan terhadap Nadiem Anwar Makarim dijadwalkan digelar pada pekan berikutnya karena yang bersangkutan masih menjalani perawatan di rumah sakit.