Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk menjalani pemeriksaan terkait dugaan korupsi kuota haji tahun 2024. Pemeriksaan dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 16 Desember 2025, di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan pemanggilan tersebut merupakan bagian dari lanjutan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan kuota haji. Pernyataan itu disampaikan Budi kepada wartawan pada Selasa, 16 Desember 2025. Ia menyebut Yaqut Cholil Qoumas telah dua kali dipanggil KPK dalam perkara ini pada tahap penyidikan.

Budi menegaskan pihaknya meyakini Yaqut akan memenuhi panggilan pemeriksaan untuk dimintai keterangan oleh penyidik. Pemeriksaan ini merupakan upaya KPK untuk mendalami peran dan kebijakan yang diambil saat Yaqut menjabat Menteri Agama periode 2020–2024.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu juga menyampaikan bahwa pemeriksaan terhadap Yaqut memang dijadwalkan kembali pada pekan ini. Hal itu disampaikan Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK pada 25 Desember 2025, setelah KPK mengirimkan surat pemanggilan kepada yang bersangkutan.

Kasus yang diusut KPK berkaitan dengan pembagian tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu jemaah pada tahun 2024. Tambahan kuota tersebut diperoleh Indonesia setelah Presiden RI saat itu, Joko Widodo, melakukan lobi kepada pemerintah Arab Saudi. Kuota tambahan itu sejatinya ditujukan untuk mengurangi masa tunggu jemaah haji reguler yang di sejumlah daerah bisa mencapai lebih dari 20 tahun.

Namun, dalam pelaksanaannya, tambahan kuota tersebut dibagi rata, yakni 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus. Padahal, Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji mengatur bahwa kuota haji khusus hanya sebesar 8 persen dari total kuota haji nasional. Akibat kebijakan tersebut, dari total kuota haji Indonesia tahun 2024 sebanyak 241 ribu jemaah, digunakan 213.320 kuota untuk haji reguler dan 27.680 untuk haji khusus.

KPK menilai kebijakan pembagian kuota pada era Yaqut tersebut berdampak langsung pada jemaah haji reguler. Sebanyak 8.400 jemaah yang telah mengantre lebih dari 14 tahun dan seharusnya berangkat setelah adanya tambahan kuota, justru gagal berangkat pada 2024. Dalam perkembangan penyidikan, KPK juga menyebut adanya dugaan awal kerugian negara yang mencapai sekitar Rp 1 triliun.

Sejauh ini, KPK telah melakukan sejumlah penyitaan dalam perkara tersebut, mulai dari rumah, kendaraan, hingga uang dalam mata uang asing. Penyidik masih terus mendalami aliran dana serta pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tersebut.