Sukabumi – Di tengah rimbunnya pepohonan Kampung Tenjolaya Girang, Desa Cisaat, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, berdiri sebuah peninggalan misterius, Situs Batu Kujang. Dikelilingi oleh alam yang masih asri, situs ini telah lama menarik perhatian masyarakat dan peneliti sejarah, terutama karena bentuknya yang menyerupai punden berundak, struktur khas tradisi megalitik di Nusantara.
Sejarah dan Fungsi Situs
Situs ini diyakini memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat kuno. Berdasarkan catatan sejarah dan temuan arkeologi, Batu Kujang kemungkinan digunakan sebagai tempat ritual penghormatan arwah leluhur. Namun, masih menjadi pertanyaan apakah situs ini murni berasal dari zaman megalitik atau justru mengalami percampuran budaya dengan era Hindu-Buddha.
Perlu Penelitian Lebih Lanjut
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disbudpora) Kabupaten Sukabumi, Yudi Mulyadi, penelitian lebih lanjut sangat diperlukan untuk menentukan secara pasti periode sejarah Batu Kujang. Ia mengungkapkan bahwa beberapa kitab kuno Sunda, seperti Sanghyang Siksa Kanda ng Karesian dan Carita Parahyangan, menyebut keberadaan bangunan suci berbentuk punden berundak yang mirip dengan situs ini.
“Menentukan usia pasti sebuah situs harus melalui metode penanggalan ilmiah. Namun, melihat ciri-cirinya, Batu Kujang memiliki karakteristik kuat sebagai warisan budaya megalitik,” jelas Yudi, Rabu (5/3/25).
Perbandingan dengan Situs Bersejarah Lain
Batu Kujang sering dibandingkan dengan Situs Tugu Gede Cengkuk di Kecamatan Cikakak. Situs Tugu Gede, yang telah diteliti lebih dalam, diperkirakan berasal dari abad ke-2 atau ke-3 Masehi. Menhir Batu Kujang memiliki permukaan yang lebih halus, menunjukkan bahwa teknik pengerjaannya mungkin lebih maju atau berasal dari masa yang lebih muda.
Di Batu Kujang juga ditemukan Batu Jolang, yang dikenal sebagai sarkofagus atau peti kubur batu. Keberadaan sarkofagus ini memperkuat teori bahwa situs ini lebih banyak digunakan sebagai tempat pemakaman dan ritual keagamaan dibandingkan sebagai permukiman.
Legenda dan Mitos
Di kalangan masyarakat setempat beredar kisah bahwa Batu Jolang pernah digunakan sebagai tempat pemandian calon raja. Meski terdengar menarik, hingga saat ini belum ada bukti arkeologis yang mendukung klaim tersebut. Masyarakat sering menghubungkan situs purbakala dengan mitos dan legenda, yang dapat mengaburkan fakta sejarah.
Status dan Pelestarian Batu Kujang
Saat ini, Batu Kujang berstatus sebagai Objek yang Diduga Cagar Budaya (ODCB). Kabupaten Sukabumi memiliki sekitar 1.200 ODCB terinventarisasi, tetapi belum ada yang ditetapkan secara resmi sebagai Cagar Budaya. Hal ini disebabkan kurangnya tim ahli cagar budaya yang sah di daerah ini.
“Kami terus mendorong penelitian lebih lanjut agar situs seperti Batu Kujang dapat ditetapkan sebagai Cagar Budaya, sehingga pelestariannya bisa lebih optimal,” kata Yudi.
Harapan untuk Masa Depan
Pelestarian Batu Kujang bukan hanya soal menjaga batu-batu tua, tetapi juga merawat identitas sejarah dan budaya Sukabumi. Jika penelitian lebih lanjut dilakukan dan status cagar budaya diperoleh, situs ini bisa menjadi destinasi wisata sejarah yang mendidik, sekaligus memperkuat kesadaran masyarakat akan pentingnya warisan leluhur.
“Menjaga peninggalan sejarah seperti Batu Kujang adalah langkah penting agar generasi mendatang tetap memiliki hubungan dengan akar budaya mereka,” tandas Yudi.
Dengan segala misteri yang menyelimutinya, Batu Kujang tetap menjadi bagian dari jejak panjang peradaban di Tanah Pasundan. Apakah kelak penelitian lebih dalam akan mengungkap rahasia yang tersimpan di balik batu-batu ini? Waktu yang akan menjawab. (Edo)