Sukabumi – Sebuah pabrik pengolahan tambang milik warga negara asing (WNA) asal Korea Selatan di Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, dipastikan tidak memiliki izin usaha dasar. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sukabumi, Ali Iskandar, pada 9 Mei 2025.

Ali menyatakan bahwa pihaknya telah berulang kali mengingatkan pemilik bangunan agar segera mengurus kelengkapan dokumen perizinan. Namun hingga kini, belum ada satu pun izin yang dipenuhi. “Belum berizin, kita sudah lihat ruangnya juga belum. Harus ada kesesuaian ruang, dan itu belum dilakukan,” ujarnya.

Selain tidak memiliki izin dasar, pabrik tersebut juga belum mengantongi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), meski aktivitas pengolahan logam mulia yang dilakukan di sana berpotensi menghasilkan limbah dalam kadar tinggi. “Izin lingkungan seharusnya Amdal karena penafisannya tinggi. Tapi itu juga belum ditempuh. Izin PBG dan izin operasional juga belum ada,” jelas Ali.

Karena melibatkan tenaga kerja asing, DPMPTSP telah berkoordinasi dengan Kantor Imigrasi Sukabumi untuk menindaklanjuti aspek ketenagakerjaan. “Untuk ketenagakerjaan asing, kita limpahkan ke Imigrasi. Dan soal pelanggaran perizinan, sudah kita teruskan ke Satpol PP,” tambahnya.

Ali mengungkapkan bahwa kegiatan pabrik tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2017. Bahkan saat ia masih menjabat sebagai Camat Palabuhanratu, ia pernah mendatangi langsung lokasi usaha dan memberikan peringatan. “Sudah pernah ditindak, dibawa oleh Imigrasi, tapi kembali lagi, dan terus seperti itu. Ini jelas jadi beban,” katanya.

Menurut Ali, wewenang penyegelan dan pembongkaran tidak berada di tangan DPMPTSP, melainkan menjadi tanggung jawab Satpol PP. “Kami hanya bisa memberi teguran, penyegelan dan pembongkaran itu di Satpol PP. Sudah kami limpahkan untuk ditindaklanjuti,” tegasnya.

Sebelumnya, Imigrasi Sukabumi mengamankan dua WNA asal Korea Selatan dari bangunan tersebut. Mereka kini sedang dalam proses pemeriksaan karena diduga menjalankan kegiatan pengolahan tambang tanpa izin resmi.