SUKABUMI – Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sukabumi, Ali Iskandar, menegaskan bahwa pabrik pengolahan garam milik warga negara asing asal Korea Selatan berinisial Mr. Kim di Kampung Gunung Geulis, Desa Cisolok, Kecamatan Cisolok, tidak memiliki izin resmi. Ia menyatakan bahwa kegiatan industri tersebut harus segera dihentikan.
Ali menyampaikan bahwa hingga saat ini, Mr. Kim belum pernah mengajukan izin usaha pengolahan garam melalui sistem Online Single Submission (OSS). Dengan demikian, aktivitas industri garam tersebut dinilai tidak sah secara hukum.
“WNA asal Korea Selatan yang bersangkutan belum pernah mengajukan izin melalui OSS. Artinya, kegiatan usahanya belum sah secara hukum,” tegas Ali pada Kamis, 10 Juli 2025.
Jika izin usaha tidak juga diurus dalam waktu dekat, DPMPTSP akan mengambil langkah tegas dengan melibatkan Satpol PP Kabupaten Sukabumi untuk menghentikan sementara operasional pabrik.
“Kalau belum ada izin, kami akan minta Satpol PP untuk menghentikan sementara aktivitasnya. Tidak bisa dibiarkan begitu saja,” ujarnya.
Ali menekankan bahwa setiap bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) yang ingin berinvestasi di wilayah Indonesia, termasuk di Sukabumi, wajib mematuhi ketentuan sesuai aturan Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Salah satu ketentuannya adalah bahwa nilai investasi minimal sebesar Rp10 miliar, di luar nilai tanah dan bangunan.
Selain itu, PMA juga harus beroperasi di kawasan industri serta memenuhi seluruh persyaratan perizinan dasar, perizinan berusaha, hingga ketentuan Penilaian Kelayakan Usaha Mikro Kecil (PB-UMKU).
“Persyaratan ini wajib dipenuhi oleh seluruh PMA. Tidak bisa seenaknya menjalankan usaha tanpa mematuhi aturan yang berlaku,” jelasnya.
Meskipun pengawasan terhadap aktivitas PMA berada dalam kewenangan pemerintah pusat melalui Kementerian Investasi/BKPM, Ali menyatakan bahwa pemerintah daerah tetap memiliki tanggung jawab dalam pengendalian awal dan penindakan pelanggaran yang ditemukan di lapangan.
“Kami di daerah tetap punya tanggung jawab dalam pengendalian. Tapi untuk sanksi administratif lanjutan dan pengawasan jangka panjang, itu ada di pemerintah pusat,” pungkasnya.