Sukabumi – Kompleks makam kuno yang terletak di sekitar TPU Dumuskadu, Kampung Tangkolo, Desa Purwasedar, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, hingga kini belum memperoleh kejelasan status sebagai situs cagar budaya. Padahal, lokasi tersebut telah diteliti dan direkomendasikan oleh lembaga riset budaya Niskala Institute sejak 2022.

Niskala Institute, yang berbasis di Bandung dan fokus pada studi kebudayaan, sejarah, serta peradaban nusantara, telah merilis laporan hasil penelitiannya pada 18 Juli 2022 dengan judul “Potensi Tinggalan Arkeologis di Desa Purwasedar, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi.”

Kepala Desa Purwasedar, Defi Susandi, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan dan rekomendasi dari lembaga tersebut. Namun, hingga kini belum ada tindakan nyata dari pemerintah, termasuk Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disbudpora) Kabupaten Sukabumi, meski dinas tersebut sempat meninjau lokasi.

Menurut Defi, situs makam kuno tersebut masih dalam kondisi utuh dan tidak banyak mengalami perubahan sejak diteliti. “Memang ada perhatian awal dari Disbudpora, tapi sampai saat ini belum ada kelanjutan resmi. Kami masih menunggu tindak lanjut,” ujarnya pada Kamis (10/7/2025).

Berdasarkan laporan Niskala Institute yang melibatkan tim peneliti dari UI dan UGM, teridentifikasi setidaknya 11 makam kuno yang memiliki potensi tinggi sebagai tinggalan arkeologis penting. Laporan disusun oleh Muhamad Alnoza, Bagus Dimas Bramantio, Garin Dwiyanto Pharmasetiawan, Isa Akbarulhuda, dan Nikolas Dalle Bimo Natawiria.

Hasil kajian menyimpulkan bahwa Desa Purwasedar telah menjadi pusat aktivitas masyarakat sejak abad ke-19 hingga awal abad ke-20 Masehi, dengan pemakaman yang bercorak Islam dan dipengaruhi budaya Jawa-Mataram. Indikasi tersebut terlihat dari penggunaan aksara cacarakan atau aksara Jawa Baru dalam nisan-nisan yang ditemukan.

Penemuan lainnya, seperti Batu Kuda, juga memunculkan dugaan adanya unsur budaya Sunda pra-Islam. Pemilihan lokasi makam yang terletak di tempat tinggi juga mengarah pada kemungkinan adanya pengaruh kosmologis masa lalu, meski hal ini masih berupa hipotesis awal yang memerlukan penelitian lanjutan.

Laporan tersebut merekomendasikan beberapa hal penting, antara lain:

  • Perlunya koordinasi antara pemerintah desa/kecamatan dengan Disbudpora untuk mengkaji status cagar budaya.

  • Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam upaya pelestarian situs.

  • Membuka ruang bagi penelitian lanjutan dari berbagai bidang ilmu seperti sejarah, filologi, dan arsitektur.

Defi menekankan pentingnya perlindungan situs tersebut. “Situs ini punya nilai sejarah yang luar biasa. Kami khawatir kalau tidak segera ditetapkan sebagai cagar budaya, maka keberadaannya bisa terancam,” tuturnya.

Kompleks makam tersebut sempat menjadi perbincangan hangat di media sosial pada Juni 2022 setelah warga mengunggah foto-foto makam yang tampak unik dan penuh misteri. Sejak itu, situs yang disebut masyarakat sebagai “Dumusgede” mulai mendapat perhatian publik.

Namun hingga pertengahan 2025, belum ada keputusan resmi dari pihak berwenang. Pemerintah desa berharap kajian ilmiah yang telah dilakukan bisa menjadi landasan kuat bagi upaya pelestarian warisan budaya tersebut.