Solo – Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat kembali bergejolak setelah dua putra mendiang Sri Susuhunan Pakubuwono (PB) XIII, yakni KGPAA Hamangkunegoro dan KGPH Mangkubumi, dinobatkan secara terpisah sebagai penerus takhta. Kondisi ini memunculkan dualisme baru yang mengingatkan pada konflik panjang antara PB XIII Hangabehi dan Tedjowulan dua dekade lalu.
Hamangkunegoro, atau Purboyo, telah ditetapkan sebagai putra mahkota sejak upacara Tingalandalem Jumenengan PB XIII pada 27 Februari 2022. Dalam upacara tersebut, PB XIII menetapkan GKR Pradapaningsih, ibu Hamangkunegoro, sebagai permaisuri resmi.
Setelah PB XIII wafat pada 2 November 2025, dinamika internal keraton bergerak cepat. Pada prosesi pemakaman di Imogiri, Bantul, Rabu (5/11/2025), Hamangkunegoro mendeklarasikan diri sebagai Paku Buwono XIV. Rencana penobatannya semakin kuat dengan beredarnya undangan Hajad Dalem Jumengeng Dalem Nata Binayangkare S.I.S.K.S. Pakoe Boewono XIV yang dijadwalkan berlangsung pada Sabtu (15/11). Undangan tersebut ditandatangani GKR Timoer Rumbaikusuma Dewayani.
Namun langkah itu ditolak sebagian keluarga yang menilai penetapan tersebut sepihak karena tanpa musyawarah. Situasi makin panas ketika kakak kandung Hamangkunegoro, KGPH Mangkubumi, dinobatkan sebagai Paku Buwono XIV dalam rapat keluarga di Sasana Handrawina, Kamis (13/11). Rapat itu dihadiri kerabat trah PB XII dan PB XIII serta Maha Menteri Keraton Solo, Panembahan Agung Tedjowulan.
Menurut GPH Suryo Wicaksono (Nenok), adik PB XIII, rapat awalnya hanya membahas pergantian Pangeran Pati dari Hamangkunegoro ke Mangkubumi. Namun rapat berkembang menjadi penobatan resmi yang disaksikan keluarga dan abdi dalem. Setelah itu, ketegangan muncul ketika GKR Timoer memprotes keras keputusan tersebut. Dalam video yang beredar, ia menyampaikan keberatan lantaran langkah itu dinilai melanggar kesepakatan keluarga pada 13 November 2025.
Tedjowulan, yang hadir dalam rapat, menyatakan tidak mengetahui bahwa agenda akan berubah menjadi penobatan. Ia menjelaskan pada 13 November 2025 bahwa dirinya hanya dimintai restu di hadapan para kerabat. Ia menegaskan bahwa kedua penobatan tersebut belum sah secara adat karena proses suksesi harus menunggu 40 hari setelah raja wafat.
Juru bicara Tedjowulan, Kanjeng Pakoenegoro, menyebut suasana memanas ketika Mangkubumi keluar ruangan mengenakan beskap Sikepan Ageng sebagai busana calon raja. Perdebatan sempat terjadi antara keluarga dari pihak perempuan, termasuk GRAy Koes Moertiyah Wandansari atau Gusti Moeng.
Usai penobatan, Mangkubumi meminta publik bersabar dan mendoakan proses suksesi agar berjalan baik. Ia mengatakan pada 13 November 2025 bahwa dirinya belum berkomunikasi dengan Hamangkunegoro, namun berharap hubungan keluarga dapat kembali terjalin.
Gusti Moeng menyatakan penetapan Mangkubumi selaras dengan paugeran yang mengatur bahwa putra laki-laki tertua berhak menjadi pewaris takhta. Ia mengungkap pada 13 November 2025 bahwa deklarasi lebih awal oleh Hamangkunegoro dianggap tergesa-gesa dan tidak sesuai komunikasi keluarga.
Sementara itu, GKR Timoer menilai penobatan Mangkubumi justru memecah keraton. Ia menegaskan bahwa Jumenengan Hamangkunegoro sebagai S.I.S.K.S. Pakubuwono XIV tetap digelar pada Sabtu (15/11). Ia menyebut pada 13 November 2025 bahwa penobatan Mangkubumi cacat prosedur karena hanya dihadiri sebagian kecil keluarga.
Dengan munculnya dua tokoh yang sama-sama mengklaim gelar PB XIV, Keraton Solo kembali menghadapi dualisme. Tedjowulan menegaskan pada 13 November 2025 bahwa belum ada penobatan yang sah menurut adat dan seluruh proses harus mengikuti paugeran serta menunggu masa 40 hari.
