SUKABUMI – Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, sebuah fenomena unik sekaligus kontroversial mencuri perhatian publik: pengibaran bendera bajak laut One Piece, atau yang dikenal dengan nama Jolly Roger, di sejumlah rumah dan kendaraan warga. Fenomena ini ramai diperbincangkan di media sosial dan memicu reaksi dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat sipil hingga pejabat tinggi negara.

Apa Itu Bendera Jolly Roger?

Bendera Jolly Roger adalah simbol yang identik dengan bajak laut—gambar tengkorak dengan dua tulang menyilang di belakangnya. Dalam sejarah, bendera ini digunakan oleh kapal-kapal bajak laut sebagai simbol ancaman dan identitas kelompok. Dalam budaya populer, khususnya dalam anime dan manga Jepang One Piece karya Eiichiro Oda, bendera ini mendapat makna baru sebagai lambang kebebasan, solidaritas, dan perlawanan terhadap penindasan.

Dalam serial One Piece, bendera Jolly Roger milik kelompok Straw Hat Pirates memiliki ciri khas berupa topi jerami di atas tengkorak—merujuk pada tokoh utama, Monkey D. Luffy. Simbol ini kini tak hanya populer di kalangan penggemar anime, tetapi juga digunakan sebagai bentuk ekspresi sosial oleh sebagian masyarakat Indonesia.

Reaksi Pemerintah: Provokasi atau Kritik Sah?

Fenomena ini tidak luput dari perhatian pemerintah dan aparat negara. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa pengibaran bendera Jolly Roger berpotensi menjadi upaya yang disengaja untuk memecah belah bangsa. Ia menyebut adanya indikasi dari lembaga-lembaga pengamanan bahwa fenomena ini mengandung unsur provokasi yang bisa merusak persatuan nasional.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolkam), Budi Gunawan, mengingatkan bahwa tindakan semacam ini bisa menurunkan martabat simbol negara. Ia menegaskan bahwa Bendera Merah Putih adalah hasil perjuangan kolektif bangsa, dan simbol tersebut harus dihormati sepenuhnya.

“Sebagai bangsa besar yang menghargai sejarah, sepatutnya kita semua menahan diri untuk memprovokasi dengan simbol-simbol yang tidak relevan dengan perjuangan bangsa,” ujar Budi pada 1 Agustus 2025.

Ia juga mengingatkan bahwa tindakan yang mencederai kehormatan Bendera Negara dapat dikenai sanksi pidana, merujuk pada Pasal 24 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2009, yang menyatakan bahwa:“Setiap orang dilarang mengibarkan Bendera Negara di bawah bendera atau lambang apa pun.”

Pemerintah disebut siap mengambil langkah hukum secara tegas dan terukur jika ditemukan unsur kesengajaan dan provokasi yang merusak ketertiban serta wibawa simbol negara.

Apa Kata Hukum? Bolehkah Mengibarkan Bendera One Piece?

Pengibaran bendera di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Bendera Negara yang sah dan wajib dikibarkan adalah Sang Merah Putih.

Namun, tidak ada aturan yang secara eksplisit melarang penggunaan bendera lain, termasuk bendera fiksi seperti One Piece, selama tidak menodai kehormatan Merah Putih. Dalam Pasal 24 UU tersebut, terdapat larangan terhadap tindakan seperti:

  1. Merusak, merobek, atau membakar Bendera Negara.
  2. Menggunakan Bendera Negara untuk tujuan komersial.
  3. Mengibarkan Bendera Negara yang rusak atau lusuh.
  4. Menambahkan gambar, angka, atau tulisan apa pun pada Bendera Negara.

Soal pengibaran bendera lain, selama Merah Putih tetap berada di posisi yang lebih tinggi atau dominan, tidak ada pelanggaran hukum.

Herdiansyah Hamzah, dosen hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, menyebut bahwa pengibaran bendera One Piece tidak melanggar hukum jika tetap mengedepankan penghormatan terhadap Bendera Merah Putih.

Bendera One Piece itu tidak mewakili negara asing, bukan juga simbol organisasi terlarang seperti palu arit. Itu simbol fiksi. Dan selama posisinya tidak lebih tinggi dari Merah Putih, tidak ada yang bisa menjerat secara hukum,” jelas Herdiansyah, pada 3 Agustus 2025.

“Ia juga menegaskan bahwa simbol Jolly Roger ini merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dan bentuk kritik warga negara yang sah dalam negara demokratis. Pemerintah, menurutnya, seharusnya tidak menanggapi kritik publik dengan ancaman pidana, melainkan dengan introspeksi dan dialog terbuka.

Pengibaran bendera One Piece di tengah perayaan HUT RI ke -80 bukan sekadar tren populer atau gaya-gayaan penggemar anime. Lebih dari itu, ini adalah bentuk ekspresi sosial dan politik dari masyarakat yang merasa bahwa kemerdekaan sejati belum dirasakan semua warga negara.

Di satu sisi, tindakan ini dianggap oleh sebagian pihak sebagai bentuk provokasi dan potensi ancaman terhadap persatuan bangsa. Di sisi lain, banyak juga yang melihatnya sebagai simbol kritik damai terhadap ketidakadilan, tanpa bermaksud mengkhianati bangsa.

Fenomena ini mengingatkan kita semua bahwa kemerdekaan bukan hanya soal simbolik atau seremoni, melainkan tentang rasa keadilan, keterwakilan, dan pemenuhan hak-hak dasar rakyat. Jika pemerintah mampu menangkap pesan ini sebagai refleksi, bukan ancaman, maka peringatan kemerdekaan tahun ini bisa menjadi momentum koreksi dan perbaikan.

Sumber : Tempo.co