Sukabumi – Menjelang proses revalidasi Ciletuh Palabuhanratu UNESCO Global Geopark (CPUGGp) pada September 2025, Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disbudpora) Kabupaten Sukabumi menempati peran kunci yang tak bisa dikesampingkan. Bukan hanya sebagai pelengkap teknis, Disbudpora tampil sebagai garda depan yang menjaga denyut budaya lokal sekaligus menghubungkannya ke panggung dunia.

Kepala Disbudpora Kabupaten Sukabumi, Yudi Mulyadi, menegaskan bahwa lembaganya telah mengarahkan energi penuh untuk mendukung suksesnya proses revalidasi ini.

“Kami bukan hanya menyiapkan data, tetapi merawat ruh budaya yang menjadi nadi kawasan geopark ini,” tegasnya.

UNESCO tidak hanya melihat keindahan lanskap atau keberagaman geologi dalam menilai sebuah geopark. Lebih dari itu, lembaga dunia ini menakar seberapa hidup nilai-nilai budaya yang tumbuh di dalamnya. Di sinilah peran Disbudpora menjadi sentral. Melalui pengumpulan data sejarah, warisan budaya takbenda, hingga aktivitas seni dan pelestarian tradisi, Disbudpora menyusun mozaik yang mencerminkan karakter otentik masyarakat Sukabumi.

“Data ini bukan sekadar pelaporan administratif. Ia menjadi saksi bahwa CPUGGp bukan kawasan yang pasif, tetapi terus tumbuh bersama manusianya,” kata Yudi.

Tak berhenti di ranah dokumentasi, Disbudpora juga tengah merancang agenda pertunjukan kesenian tradisional sebagai bagian dari atraksi budaya saat kunjungan tim asesor UNESCO. Seni-seni khas seperti gondang, dogdog lojor, dan ragam tari tradisional akan ditampilkan di titik-titik strategis, bukan hanya sebagai hiburan, tetapi sebagai pesan budaya yang menyapa dunia.

“Kami ingin tamu-tamu UNESCO merasakan bahwa budaya di sini tidak dibuat-buat, tetapi memang hidup dan dijaga oleh masyarakatnya,” ujar Yudi.

CPUGGp yang telah menyandang status UNESCO Global Geopark sejak 2018 bukanlah gelar abadi. Ia harus dipertahankan melalui proses revalidasi setiap empat tahun sekali. Dalam proses inilah, peran kebudayaan menjadi ujung tombak yang bisa menentukan hasil akhir.

“Kami sadar ini bukan semata soal status internasional, tetapi tentang bagaimana kita merawat identitas lokal yang menjadi kebanggaan bersama,” tutup Yudi.